Berbicara
tentang Guru adalah topik yang takkan pernah habis untuk dibacarakan.
Kisah perjalanan profesi guru terus berjalan seiring berjalannya waku.
Pasang surut terus terjadi dari masa ke masa. Dulu profesi guru bukanlah
jenis pekerjaan yang disukai dan diminati banyak orang. Untuk menjadi
seorang guru orang tersebut harus benar-benar bermental baja, siap
berkorban, punya kesabaran yang tinggi dan harus siap diupah dengan
bayaran yang rendah atau bahkan bagi guru non formal kadang kala harus
menunggu uluran tangan orang tua anak didiknya karena ia tak pernah
menetapkan tarif bayaran untuk anak didiknya.
Kalau
bukan karena panggilan jiwa, sepertinya sangat sulit bagi seseorang
untuk memilih guru menjadi profesinya. Mungkin kisah yang diangkat dalam
film Laskar pelangi sudah cukup memberi kita gambaran
bagaimana perjuangan menjadi seorang guru dimasa lalu dan mungkin saja
saat di sebagian daerah terpencil. Mulai fasilitas belajar mengajar yang
tidak memadai hingga sang guru yang jarang menerima gaji. Namun
berbagai kendala tersebut tak pernah menyurutkan sang guru untuk terus
mendidik anak negeri untuk menggapai mimpi dan mengharumkan nama ibu
pertiwi. Walaupun ada sebagian yang memilih profesi guru karena suatu
keterpaksaan dan hanya agar tidak disebut pengangguran.
Meskipun
profesi guru saat itu bukanlah suatu pekerjaan yang banyak diminati,
tapi itu tidak dengan serta merta menjadikan status guru rendah ditengah
masyarakat. Bahkan justru sebaliknya, guru adalah sosok yang berwibawa
dihormati dan disegani dalam masyarakat. Apalagi dihadapan anak didiknya
guru adalah figur yang selalu menjadi tauladan dan ikutan bagi mereka.
Budaya
cium tangan, ramah dan santun saat berhadapan dengan guru adalah hal
yang selalu ditunjukkan oleh mereka. Walaupun kadang-kadang tak jarang
sang guru memukul anak didiknya karena suatu kasalahan, itupun tak
membuat mereka mengurangi rasa hormat dan cinta kepada sang guru.
Apalagi orang tua anak didik tak pernah merasa marah ketika anaknya
dipukul atau dihukum oleh sang guru. Sebab mereka yakin bahwa apa yang
dilakukan sang guru bukan karena benci tapi demi kemaslahatan si anak
didik sendiri. Guru pada masa lalu selalu menbangun hubungan yang sangat
baik dengan anak didiknya. Karena mengajar pada dasarnya adalah
membangun hubungan batin antara guru dengan anak didiknya. Sehingga
perhatian seorang guru tidak saja terbatas pada hal-hal yang menyangkut
dengan pelajaran yang diajarkan semata, tapi juga mencakup hal-hal yang
berkaitan dengan mental, budi pekerti dan keluhuran jiwa si anak didik.
Sehingga akan melahirkan anak didik yang berpengetahuan tinggi dan
berbudi pekerti yang mulia.
Profesi Guru masa kini
Guru
di era sekarang ini bukan hanya sebagai tenaga Pendidik, tapi juga
sebagai telah menjadi salah satu profesi yang Undang-undangnya diatur
tersendiri oleh Pemerintah di dalam Undang-undang Guru dan Dosen yang
bertujuan untuk lebih mensejahterakan dan mensejajarkan para guru dengan
jenis propesi lainnya dengan diadakannya Sertifikasi guru. Bagi guru
atau dosen yang telah mendapat sertifikat profesi maka mereka akan
mendata tunjangan satu kali gaji pokok setiap bulannya. Sehingga dari
sisi materi para guru dan dosen sudah tersejahterkan.
Sebagaimana
telang disinggung bahwa beberapa tahun sebelum adanya program
sertifikasi guru, menjadi seorang guru bukanlah pilihan yang utama.
Banyak orang yang menjadi guru karena terpaksa, daripada menganggur atau
tidak punya pekerjaan tetap. Bukan karena panggilan jiwa, untuk
mengabdikan diri demi kemajuan dunia Pendidikan. Guru, dikacamata mereka
tak lebih sebagai seorang guru yang tugasnya mengajar dengan
penghasilannya yang kecil. Begitupula, para lulusan sekolah lebih senang
memilih masuk ke fakultas kedokteran, tehnik, ekonomi, Kehutanan,
ataupun pertanian ketimbang fakultas Keguruan. Inilah salah satu faktor
menyebabkan kenapa kualitas guru kita memprihatinkan. Lulusan-lulusan
sekolah menengah atas yang pintar dan cerdas telah tersaring terlebih
dahulu ke fakultas-fakultas tersebut. Tinggallah sisa-sisanya yang
memiliki IQ rendah yang masuk ke fakultas keguruan.
Namun,
sejak Pemerintah memberlakukan Program sertifikasi Guru dan Dosen semua
persepsi itu berubah. Setiap Jurusan dan Program Studi Fakultas
keguruan penuh dan menjadi favorit. Sementara fakultas kehutanan,
pertanian, dan lainnya sepi peminat. Begitupula didaerah-daerah, banyak
lulusan Sarjana bukan keguruan mengajar disekolah-sekolah sebagai tenaga
honorer. Notabenenya, mereka yang tidak memegang Akta IV atau ijazah
guru, bukanlah untuk dipersiapkan sebagai guru. Sehingga mereka tidak
mampu mengajar dengan optimal. Sementara seorang guru yang memang
dicetak sebagai guru di Fakultas keguruan, juga perlu waktu dan proses
yang lama menjadikan dirinya sebagai guru yang profesional. Menumbuhkan
rasa tanggung jawab yang tinggi dan nurani seorang guru, yang ingin
memajukan dunia pendidikan indonesia. Sebagai guru, bukan hanya sebagai
pekerjaan tapi juga merupakan panggilan jiwa. Sehingga guru hanya fokus
sebagai tenaga pengajar dan pendidik yang profesional.
Dulu
masih banyak guru yang mencukupi kebutuhan keluarga dengan cara nyambi
sebagai tukang ojek, penjaga malam diperumahan. Dan ada juga guru yang
bertugas dikampung-kampung, hilang dari tempat tugas mereka nyambi
sebagai pekerja ditempat lain. Namun sejak adanya program sertifikasi
guru, guru lebih fokus pada profesi mereka dan tidak ada alasan lagi
buat mereka untuk bekerja disektor lain dengan alasan memenuhi kebutuhan
hidup.
Dari
pemaparan diatas bahwa ada beberapa faktor mengapa orang memilih
profesi menjadi guru. Bagi sebagian orang menjadi guru adalah pilihan
terakhir namun bagi sebagian lain profesi guru adalah profesi menantang
sekaligus panggilan jiwa. Profesi guru dianggap pilihan terakhir
manakala tidak ada pekerjaan lain yang bisa didapatkan sesuai harapan
dan setelah lelah mencari lowongan kerja di sana sini akhirnya mereka
memutuskan melamar menjadi guru. Dan seperti biasa, melamar kerja
sebagai guru untuk sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah tertentu yang
relatif memang membutuhkan guru bukan lah sebuah prosesi yang begitu
sukar di negara kita ini. Tinggal memasukkan lamaran, berbincang
sebentar dengan kepala sekolah/madrasah atau wakil yang membidangi
bagian kurikulum dan pengajaran, menunggu panggilan bahkan tidak perlu
ada tes atau wawancara segala macam jadi lah. Kadang bahkan di beberapa
sekolah/madrasah saking kurangnya tenaga guru yang ada tidak lagi
mempertimbangan persoalan kualifikasi dan kemampuan akademis serta
kompetensi ini itu di calon guru bersangkutan, selama orang tersebut mau
mengajar (sekaligus mau dibayar murah) maka jadi lah ia guru. Karenanya
wajar jika melihat mutu sebuah sekolah atau madrasah menjadi seadanya
bahkan tampak memprihatinkan salahsatunya juga dikarenakan sumber daya
pendidik atau tenaga guru nya juga terbatas. Terbatas jumlah, terbatas
kemampuan dan terbatas idealisme.
Banyak
yang menganggap bahwa untuk menjadi seorang guru hanyalah kompetensi
saja yang dibutuhkan. Lebih dari itu, ternyata ada syarat mutlak dari
profesionalisme guru yang dibutuhkan, yaitu Panggilan jiwa yang
merupakan suatu bentuk keikhlasan untuk mentransfer pengetahuan dengan
tendensi merasa dibutuhkan dan panggilan jiwa ini tumbuh karena
kesadaran diri untuk memperbaiki kondisi yang kurang maksimal.
Jika
menjadi guru adalah panggilan jiwa maka yang terjadi ialah profesi guru
dihayati sedemikian rupa, dinikmati dengan segenap semangat pengabdian
dan prestasi serta sanggup mengalahkan godaan-godaan profesi lain yang
secara materi lebih menjanjikan. Seorang guru harus mau berfikir
bagaimana seharusnya sistem pendidikan dibangun dan dikembangkan. Kalau
diperlukan siap mengabdikan dirinya menjadi guru di daerah terpencil dan
mampu berprestasi baik secara akademis maupun materi.
Seorang
tokoh Indonesia Bernama Anis Baswedan telah meluncurkan sebuah program
yang bernama Gerakan Indonesia Mengajar. Sebuah gerakan yang diinspirasi
oleh janji kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan misi
mengirim putra putri terbaik Indonesia ke berbagai pelosok Indonesia
untuk mengajar di sekolah-sekolah yang kekurangan guru. Terlepas adanya
pro dan kontra dari program tersebut,kita patut mengapresiasi
gerakan ini dan berharap banyak dari sini akan bermunculan
gerakan-gerakan serupa dari para tokoh nasional yang mungkin tergerak
hatinya melihat kondisi dunia pendidikan yang masih belum beranjak dari
garis keprihatinan mutu. pengalaman pak Anis Baswedan bahwa menjadi guru
di daerah terpencil diharapkan akan menumbuhkembangkan rasa kecintaan
tanah air dan persaudaraan, bahwa nun jauh di sana masih sangat banyak
adik-adik mereka yang perlu sentuhan motivasi dan semangat belajar
bersekolah serta untuk berani bermimpi dan bercita-cita tinggi.
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut
- Bagi
guru yang mengajar dengan panggilan jiwa tugas mengajar menjadi suatu
kesenangan. Bagi profesi mengajar menjadi suatu beban/kewajiban.
- Guru yang mengajar dengan panggilan jiwa akan sabar mengajar anak didik sampai anak didik benar-benar bisa
- Guru profesi akan memilih jam terbang sebanyak-banyaknya demi bayaran.
- Guru Panggilan jiwa jam mencari jam terbang banyak untuk menyebarkan ilmu sebanyak-banyaknya dan tanpa pamrih.
- Guru profesi memilih-milih anak didik.
- Guru panggilan jiwa menyampaikan ilmu kepada siapa saja dan dimana saja.
- Guru profesi hanya berusaha menghabiskan kurikulum atau Silabus yan telah ditetapkan. Tanpa mau tahu apakah si anak didik sudah mampu menyerap apa yang diajarkan.
Penutup
Demikianlah,
menjadi guru pada prinsipnya harus merupakan pilihan sadar dan
panggilan nurani. Menjadi guru harusnya merupakan cerminan idealisme
kita dan keberpihakan kita terhadap kemanusiaan. Menjadi guru berarti
mengabdikan segenap jiwa raga dan kemampuan terbaik kita untuk
menciptakan generasi masa depan yang jauh lebih bermartabat, demi
Indonesia yang lebih baik. Menjadi guru berarti siap menjadi tauladan,
tidak harus selalu dan tidak semata-mata soal kepintaran belaka
melainkan yang terpenting menjalankan tugas sebagai uswatun hasanah di
mata anak didik dan masyarakat. Kesejahteraan adalah nomor kesekian dari
daftar urutan pertimbangan menjadi guru. Jika prestasi sudah
ditorehkan, jika program perbaikan moral dan peningkatan kecerdasan
peserta didik telah diraih, maka dengan sendirinya kesejahteraan atau
imbalam materi menjadi sesuatu yang sangat wajar diberikan, namun sekali
lagi dalam konteks pengabdian kemanusiaan itu bukanlah target dan
tujuan utama.